TAKALAR,Klikbacanews.com – Tangis pilu Baso Dg Nyorong (70+), seorang penjual ubi sederhana di Lingkungan Pappa, Kelurahan Pappa, Kabupaten Takalar, pecah tak tertahankan. Satu-satunya sumber penghasilan untuk menyambung hidupnya tiba-tiba sirna. Lapak kecil tempatnya mencari nafkah diduga kuat dibongkar paksa, dan puing-puingnya ditemukan mengenaskan di area persawahan.
Kisah memilukan ini dengan cepat menyebar dan memicu gelombang kecaman di media sosial Facebook. Unggahan yang viral tersebut menggambarkan bagaimana tempat berjualan ubi milik lansia yang hanya mengandalkan penghasilan tak seberapa itu dihancurkan dan dibuang begitu saja. Bapak Baso, dalam kesehariannya, hanya mampu mengumpulkan keuntungan antara Rp1.000 hingga Rp2.000, jumlah yang hanya cukup untuk sekadar mengisi perut.
Diungkapkan oleh Daeng Nyorong, insiden pembongkaran yang terjadi pada Selasa (13/05/2025) malam itu didahului oleh kedatangan Sekretaris Lurah (Seklur) Pappa yang menegurnya untuk tidak lagi berjualan di lokasi tersebut. Padahal, lahan yang digunakannya untuk berjualan telah mengantongi izin dari pemiliknya.
“Hasil jualan saya hanya Rp1.000 hingga Rp2.000 per hari, itu pun hanya cukup untuk membeli sesuap nasi,” lirih Daeng Nyorong, dengan suara bergetar menahan isak tangis, Rabu (14/05/2025).
Upaya mencari keadilan telah ditempuh Daeng Nyorong dengan melaporkan kejadian ini kepada pemerintah setempat melalui Kepala Lingkungan. Pihak keluarga pun berharap agar keadilan dapat ditegakkan dan pemerintah daerah tergerak hatinya untuk melihat kondisi Daeng Nyorong yang semakin sulit.
Ironisnya, setelah kejadian pembongkaran yang merenggut mata pencaharian, keluarga korban justru dipanggil ke kantor lurah. Namun, kedatangan mereka bukanlah untuk mencari solusi atas musibah yang menimpa, melainkan hanya untuk dimintai keterangan terkait unggahan di media sosial Facebook yang menceritakan kejadian pilu tersebut.
“Kami dipanggil ke kantor lurah hanya mempertanyakan postingan di Media Sosial FB, bukan mencarikan solusi kepada korban Daeng Nyorong,” ungkap salah satu anggota keluarga dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, keluarga Daeng Nyorong mengungkapkan fakta pahit bahwa selama ini mereka tidak pernah menerima bantuan sosial apapun, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah kabupaten. Padahal, berjualan ubi dengan penghasilan yang sangat minim tersebut telah menjadi tumpuan hidup keluarga selama kurang lebih satu tahun terakhir.
Menanggapi kejadian ini, Lurah Pappa, Abdul Azis, akhirnya angkat bicara. Bersama sejumlah stafnya, Abdul Azis menjelaskan bahwa pemanggilan korban ke kantor lurah bertujuan untuk mengklarifikasi unggahan di Facebook. Pihaknya menyayangkan adanya kesalahpahaman dalam postingan tersebut yang menuding pegawai Kelurahan Pappa sebagai pelaku pembongkaran.
“Itu tidak benar dan korban sudah meminta maaf atas postingannya, dan menyangkut dengan penjualan tetap saja bisa menjual kembali dengan catatan teratur” ujar Lurah Abdul Azis.
Terkait keluhan keluarga korban mengenai kurangnya perhatian pemerintah dalam bentuk bantuan sosial, salah seorang pegawai Kelurahan Pappa, Abdul Wahib, menambahkan bahwa pihak kelurahan telah berupaya mengusulkan nama-nama warga untuk mendapatkan bantuan. “Kami dari kelurahan hanya mengusulkan saja,” kilahnya.
Kasus dugaan pembongkaran lapak pedagang kecil ini sontak menjadi sorotan tajam dan memunculkan pertanyaan besar mengenai keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil yang berjuang keras untuk bertahan hidup. Publik berharap agar pihak-pihak terkait dapat segera memberikan solusi yang adil dan memberikan perhatian yang layak kepada Bapak Baso Dg Nyorong, mengembalikan senyum di wajah lansia yang kini tengah dirundung duka.
(Red)