TAKALAR,Klikbacanews.com – Sudah lebih dari seratus hari Firdaus Daeng Manye memimpin Takalar, dan tanpa terasa sebuah cerminan konstruksi pengalaman sosial atas waktu yang berlalu, di mana 100 hari kerja tak hanya sekadar angka, melainkan jejak rutinitas yang telah dinaturalisasi dalam bentuk implementasi program awal pasangan pemenang pilkada Takalar 2024 ini.
Jika dia sebuah lagu dangdut, maka mungkin menjadi semacam aktivitas bisik-bisik tetangga, mulai dari koridor kantor, obrolan warung kopi, hingga grup WhatsApp para ASN, komunitas pemerhati hingga kelompok tim yang mengambil posisi trek berbeda saat pilkada, pertanyaan yang sama namun berbeda cara menanti, kira-kira kapan mutasi yah? Di lingkup pemerintahan daerah, rotasi jabatan lazimnya menjadi langkah awal bahkan senjata utama untuk menata ulang mesin birokrasi.
Alih-alih mengganti pejabat, Daeng Manye justru menempuh jalur yang jarang dipilih, sedikit out off the box, sentuhan mendidik lebih awal, memutasi kemudian, tentunya tepat disaat yang tepat.
Apakah Daeng Manye sedang menyiapkan grand design bagi birokrasi di Takalar dan menunggu waktu yang tepat untuk sekali mereformasi? ataukah justru masih bergelut dengan keraguan? Mungkin waktu akan menjawab. Yang jelas, detik terus bergulir, dan publik pasti terus menunggu episode baru di mutasi babak awal periodesasi kepemimpinannya.
Investasi Kapasitas
Setiap pekan ia memimpin weekly meeting, bukan sekadar rapat, melainkan ruang belajar tempat para pejabat eselon II yang diuji cara berpikir, diluruskan visinya, dan diajak menelaah capaian nyata. Inilah leadership coaching dalam wujud paling sederhana namun berani dari sang bupati, pemimpin pilihan rakyat ini turun tangan tanpa lama, tanpa perantara dan tanpa basa-basi.
Pendekatan ini ibarat menanam sebuah pohon, memang lambat dalam pertumbuhan, tapi yang pasti, akarnya akan semakin dalam.
Dengan memberi kesempatan belajar, Daeng Manye tentu punya harapan besar bagi setiap pejabat di setiap instansi, agar benar-benar memahami arah pemerintahan baru, bukan sekadar mengganti papan nama di pintu kantor agar terlihat ada perubahan tapi hanya lapisan luar dan tak menyentuh substansinya. Bila mereka berhasil dalam memahami arah kebijakan berdasarkan visi-misi ini, Takalar akan punya barisan birokrat yang memang siap berlari, bukan berjalan setengah hati.
Tetapi, ketelitian pun juga punya tenggat waktu, Birokrasi memerlukan kepastian, terutama bagi pegawai yang sudah lama menunggu penilaian sebuah kinerja. Tanpa keputusan tegas, rasa letih birokrasi itubbisa menjelma sinisme, dan harapan perubahan menguap sebelum sempat membuahkan hasil.
Mutasi bukan cuma soal politik, ini akan menjadi sarana guna memicu semangat, menindak yang kurang maksimal dalam performa, dan menyuntik darah segar ke struktur organisasi.
Saat ini Daeng Manye memegang modal politik yang masih utuh, baik dalam bentuk dukungan publik dan terutama sebuah legitimasi hasil pilkada yang berisi ekspektasi besar melakukan perubahan positif dalam periodesasi kepemimpinannya.
Mutasi yang terukur berbasis evaluasi weekly meeting akan bisa membawa dampak besar sekaligus menjadi bukti bahwa pembelajaran yang baik dari atasan akan berbuah tindakan yang baik pula pada bawahan.
Catatan ini murni lahir dari kecintaan pada Takalar dan penuh keyakinan bahwa kritik adalah tanda peduli.
Semoga setiap keputusan termasuk soal mutasi akan selalu berpijak pada harapan warga dan kelak berujung pada birokrasi yang lebih tangkas melayani rakyat. Karena kepemimpinan sejati adalah sebuah seni dalam mendengarkan, berbuat dengan hati, dan konsisten menyalakan harapan khalayak tanpa harus berteriak.
Sumber:Rahayu Astuti
(Red)